1.Dr. Muhamad Hatta
Beliau lahir di
Bukittinggi, Sumatera barat, pada tangal 12 Agustus 1902. Semasa kecilnya,
Mohammad Hatta sering dipanggil Mohammad Athar, dan ketika memasuki masa
perjuangan kemerdekaan, beliau lebih populer dan lebih terasa akrab dengan nama
Bung Hatta, yang pada saat itu lebih bermakna “saudara seperjuangan”. Bung
Hatta memperoleh pendidikan dasar (SR) dan sekolah menengah (MULO) di Padang,
dan kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik
School dan tamat tahun 1921. Walaupun beliau ditawari pekerjaan dengan gaji
yang cukup tinggi, namun ditolaknya karena beliau ingin melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi ke negeri Belanda di Rotterdamse Handelschogenschool.
Disinilah Bung Hatta mulai berkecimpung dalam organisasi pemuda yang saat itu
diketuai oleh Dr.Soetomo (Bung Tomo).
Ketika kembali ke
Indonesia, beliau aktif pula dalam dunia pers anggota Dewan Redaksi “Hindia
Poetra” dan majalah Daulat Rakyat. Dimasa-masa inilah Bung Hatta berkenalan
dengan Bung Karno (Ir. Soekarno). Bung Hatta, bukan saja seorang proklamator di
samping Bung Karno, beliau adalah juga seorang arsitek negara. Beliau adalah
figur yang sedikit bicara tetapi lebih banyak berbuat. Oleh karena itu, Bung
Hatta tidak hanya disegani oleh rakyat Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain,
terutama dalam era perjuangan kemerdekaan.
Beliau lebih disegani
dan dikagumi karena kemampuannya menggalang masyakat internasional dengan
menguasai bahasa asing, seperti bahasa Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman.
Bung Hatta selain Wakil Presiden RI pertama, beliau pernah menyamar sebagai
co-pilot ke India untuk bertemu dengan Gandhi dan Jawaharlal Nehru. Sebagai
seorang pejuang kemerdekaan, Bung Hatta mengalami penangkapan dan pembuangan
oleh pemerintah Belanda, sebelum Belanda menyerah kepada Jepang tahun 1942.
Pada dasarnya, penangkapan dan pembuangan Bung Hatta disebabkan oleh
penolakannya atas bujukan Belanda untuk bekerja sama.
Beliau menikah pada umur
42 tahun dengan Rahmi, setelah Indonesia merdeka, yang kemudian mereka dianugerahi
tiga orang puteri; Meutia, Gemala, dan Halida. Bung Hatta wafat pada tanggal 14
Maret 1980 dan dimakamkan di tengah-tengah rakyat, di Pemakaman Tanah Kusir,
Jakarta Selatan.
Nama besar Bung Hatta
dengan segala sikap, kepribadian yang melekat pada dirinya dijadikan sebagai
landasan perjuangan bagi YAYASAN PENDIDIKAN BUNG HATTA melalui penyelenggaraan
Universitas Bung Hatta Padang yang didirikan pada tahun 1981 dan Program
Beasiswa Bung Hatta yang dimulai pada tahun ajaran 1997/1998.
2. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Lahir di nDalem
Pakuningratan kampung Sompilan Ngasem, 12 April 1912 dengan nama kecil
Dorodjatun. Ketika Dorodjatun berusia 3 tahun Beliau diangkat menjadi putera
mahkota(calon raja) dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku
Negara Sudibya Raja Putera Narendra ing Mataram.
Sejak usia 4 tahun
Dorodjatun sudah hidup terpisah dari keluarganya, dititipkan pada keluarga
Mulder seorang Belanda yang tinggal di Gondokusuman untuk mendapat pendidikan
yang penuh disiplin dan gaya hidup yang sederhana sekalipun ia putra seorang
raja. Dalam keluarga Mulder itu Dorodjatun diberi nama panggilan Henkie yang
diambil dari nama Pangeran Hendrik, suami Ratu Wilhelmina dari Negeri Belanda.
Pada usia 6 tahun Dorodjatun masuk sekolah dasar Eerste Europese Lagere School
dan tamat pada tahun 1925.
3. Adam Malik
Adam Malik lahir di
Pematangsiantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917. Beliau hanya menempuh pendidikan
SD, selanjutnya ia belajar otodidak (belajar sendiri) Adam Malik yang
menggantikan Sri Sultan adalah politikus sangat terkenal dengan idiom
politiknya yang khas, “bisa diatur.” Adam Malik bukan cuma politikus ulung,
tapi juga diplomat dan wartawan. Beliau merupakan salah seorang penandatangan
deklarasi berdirinya ASEAN tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand). Ketika
menjadi Ketua MPR/DPR walaupun hanya enam bulan (Oktober1977-Maret 1978), ia
telah mengubah citra DPR sehingga rakyat mau mengadu ke DPR.
Beliau mendapat
penghargaan karena jasa-jasanya yang luar biasa dan tindak kepahlawanannya
dalam perjuangan melawan penjajah dan mempertahankan prinsip kemerdekaan serta
membangun negara dan bangsa Indonesia pada umumnya, khususnya dalam membawakan
politik luar negeri bebas aktif serta memperjuangkan integrasi Timor Timur,
pembebasan Irian Barat dan merumuskan ASEAN.
4. Umar Wirahadikusuma
Umar Wirahadikusuma lahir
pada tanggal 10 Oktober 1924 di Sumedang, Jawa Barat. Istri beliau bernama Ny
Karlinah Djaja Atmadja. Beliau memulai pendidikan ketentaraan pada zaman Jepang
di daerah Tangerang, kemudian bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air). Beliau
membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Cicalengka pada tanggal 1 September
1945.
5. Sudharmono (1988-19993)
Wakil Presiden ke-5 ini
lahir di Gresik, Jawa Timur pada tanggal 12 Maret 1927. Beliau adalah seorang
anak yatim piatu. Ibunya meninggal dunia ketika ia berumur 3 tahun. 6 bulan
kemudian ayahnyapun meninggal dunia. Beliau adalah seorang yang berhasil karena
kerja keras dan ketekunannya serta tidak suka menonjolkan dirinya.
6. Try Sutrisno
Beliau lahir di Surabaya, 15 November
1935.
Pendidikan :
Menamatkan pendidikan
dari sekolah dasar sampai dengan sekolah tingkat menengah atasTahun 1955 masuk
pendidikan Akademi Tehnik Militer Angkatan Darat (ATEKAD) di bandung. Selesai
tahun 1959
7. BJ.Habibie
Beliau lahir di
Pare-pare, Sulawesi Selatan, tanggal 25 Juni 1936. Setelah tamat SMA di bandung
tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB).
Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960
yang kemudian mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Beliau
menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, beliau menjadi
Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung.
8. Megawati Soekarnoputri
Sebelum menjadi Presiden RI, beliau
menjabat sebagai Wakil Presiden RI yang ke-8. Megawati dilahirkan di
Yogyakarta, 23 Januari 1947. Kelahirannya ditandai dengan suasana yang tidak
nyaman : hujan deras, atap rumah yang bocor, guntur menggelegar, kilat
menyambar-nyambar, dan tanpa listrik. Proses kelahiran Mega hanya diterangi
oleh lampu minyak tanah. Rupanya, suasana saat kelahiran Megawati menjadi
semacam pertanda untuk perjalanan hidupnya kemudian. Setelah Presiden Soekarno
lengser, Mega dan keluarga mendapat cobaan politik yang tidak kecil: terasing
dari dunia ramai.
Ia dan keluarganya hidup dalam kondisi
yang tertekan dan penuh cobaan hidup. Saat mengandung anak kedua, suami
pertamanya, Lettu (Penerbang) Surindro Supjarso hilang dalam kecelakaan pesawat
Skyvan T-701 yang dipilotinya jatuh di Biak, Irian Jaya tahun 1970. Sampai kini
Surindro tidak pernah ditemukan. Tahun 1972 Mega menikah dengan seorang
diplomat Mesir — yang sedang bertugas di Jakarta — Hassan Gamal Ahmad Hasan.
Tetapi perkawinan itu, kemudian dibatalkan. Alasannya, Mega masih terikat
perkawinan yang sah dengan Surindro. Karena belum ada kepastian mengenai nasib
suaminya pertamanya itu. Soalnya, sampai saat itu Surindro belum ditemukan dan
belum bisa dipastikan apakah sudah meninggal atau masih ada. Kemudian baru ada
kepastian dari Angkatan Udara bahwa Surindro suaminya telah gugur dalam musibah
jatuhnya pesawat itu. Tak lama setelah itu, Mega menikah dengan Taufik Kiemas,
seorang aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) asal Sumatera
Selatan.
9. Prof.Dr.H. Hamzah Haz
Hamzah Haz adalah salah satu politikus kawakan
Indonesia. Hamzah lahir di Ketapang, Kalimantan Barat, 15 Februari 1940.
Hamzah dikenal sebagai orang yang sederhana. Ia bermukim di Jalan Tegalan 27,
Matraman, Jakarta Timur. Hamzah Haz didampingi dua istri, Hj Asmaniah dan Hj
Titin Kartini . Dari kedua istrinya, ia dikaruniai 12 anak, yaitu 4 orang anak
laki-laki dan 8 orang anak perempuan.
Karirnya dalam bidang politik sudah dirintis ketika ia
masih sangat muda. Sejak SMP, ia sudah aktif berorganisasi. Setamat Sekolah
Menengah Ekonomi Atas (SMEA) di Pontianak pada 1961, ia menjadi wartawan surat
kabar Pontianak, Bebas. Karir jurnalistik hanya sempat dijalaninya selama
setahun. Sebab, tahun berikutnya ia ikut ayahnya, anggota Koperasi Kopra yang
mendapat tugas belajar di Akademi Koperasi Negara Yogyakarta. Karena giat
berorganisasi sejak SMP, di kampusnya itu pun ia mendirikan Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia, sekaligus ia terpilih menjadi ketuanya. Pada 1965,
Hamzah kembali ke Pontianak dan bergeral sarjana muda. Selanjutnya, ia
meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura dan mengambil
jurusan ilmu perusahaan. Di Universitas tempatnya belajar, Hamzah menjadi dosen
pada akhirnya.
Di luar kegiatan akademis, ia menjadi Ketua Presidium KAMI Konsulat Pontianak dan mewakili Angkatan 66 di DPRD Kalimantan Barat. Hamzah sempat menjadi Wakil Ketua DPW Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Barat. Kemudian, mewakili NU ia hijrah ke Gedung DPR/MPR di Senayan pada 1971. Setelah NU berfusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan, ia terpilih secara terus-menerus menjadi anggota DPR mewakili PPP. Di PPP, ia sudah beberapa periode menjadi pengurus. Terakhir, ia menjadi salah seorang ketua DPP PPP, sebelum akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum DPP PPP pada akhir 1998.. Pada 1998 ia menjadi Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkuat kabinet Presiden Habibie. Tanggal 10 Mei 1999, ia mengundurkan diri dari jabatan menteri karena ada desakan masyarakat agar pimpinan partai tidak duduk sebagai menteri. Tanggal 29 Oktober 1999, ia diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan dalam Kabinet Gus Dur. Namun, namanya dicoret oleh Gus Dur. Pada hari Kamis, 26 Juli 2001, Hamzah terpilih sebagai Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia. Hal ini terutama jatuhnya KH Abdurrahman Wahid dari kursi presiden. Secara otomatis, Megawati yang menjabat wapres naik menjadi presiden. Lowongnya kursi wapres itu tidak langsung ditempati Hamzah, melainkan ia harus melalui proses pemilihan. Ia bertarung menghadapi nama-nama yang cukup dikenal luas seperti Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, mantan Menko Polsoskam Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Polsoskam Agum Gumelar, dan Siswono Yudo Husodo. Dalam pemungutan putaran ketiga dalam lanjutan Rapat Paripurna Sidang Istimewa (SI) MPR ia berhasil mengungguli Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tandjung.
Di luar kegiatan akademis, ia menjadi Ketua Presidium KAMI Konsulat Pontianak dan mewakili Angkatan 66 di DPRD Kalimantan Barat. Hamzah sempat menjadi Wakil Ketua DPW Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Barat. Kemudian, mewakili NU ia hijrah ke Gedung DPR/MPR di Senayan pada 1971. Setelah NU berfusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan, ia terpilih secara terus-menerus menjadi anggota DPR mewakili PPP. Di PPP, ia sudah beberapa periode menjadi pengurus. Terakhir, ia menjadi salah seorang ketua DPP PPP, sebelum akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum DPP PPP pada akhir 1998.. Pada 1998 ia menjadi Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkuat kabinet Presiden Habibie. Tanggal 10 Mei 1999, ia mengundurkan diri dari jabatan menteri karena ada desakan masyarakat agar pimpinan partai tidak duduk sebagai menteri. Tanggal 29 Oktober 1999, ia diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan dalam Kabinet Gus Dur. Namun, namanya dicoret oleh Gus Dur. Pada hari Kamis, 26 Juli 2001, Hamzah terpilih sebagai Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia. Hal ini terutama jatuhnya KH Abdurrahman Wahid dari kursi presiden. Secara otomatis, Megawati yang menjabat wapres naik menjadi presiden. Lowongnya kursi wapres itu tidak langsung ditempati Hamzah, melainkan ia harus melalui proses pemilihan. Ia bertarung menghadapi nama-nama yang cukup dikenal luas seperti Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, mantan Menko Polsoskam Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Polsoskam Agum Gumelar, dan Siswono Yudo Husodo. Dalam pemungutan putaran ketiga dalam lanjutan Rapat Paripurna Sidang Istimewa (SI) MPR ia berhasil mengungguli Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tandjung.
10. Drs. H. M Jusuf Kalla
Wakil presiden Indonesia
yang kesepuluh ini terkenal sebagai salah seorang pengusaha besar. Beliau
pernah menjadi Direktur utama dan Komisaris utama di berbagai perusahaan. Ayahnya,
H Kalla juga seorang pengusaha. Usaha yang dirintis orang tuanya ini kemudian
berkembang di tangan generasi keduanya yang dinakhodai Jusuf Kalla. Lulusan S1
Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanudin Makasar, 1967, ini dari sejak usia muda
memang sudah sering diikutsertakan dalam usaha, membantu orangtua. Sehingga ia
dapat mengerti persoalan dalam dunia usaha.
Dalam dunia usaha, ia
telah dididik untuk menjadi orang yang ulet, jujur, memperhatikan langganan,
mempunyai visi ke depan dalam menjalankan usaha bersama karyawan-karyawan yang
lain. Itulah yang mengantarkannya mampu mengendalikan sejumlah perusahaan di
antaranya sebagai Direktur Utama NV. Hadji Kalla, PT Bumi Karsa, PT. Bumi
Sarana Utama, PT. Kalla Inti Karsa dan Komisaris Utama PT. Bukaka Singtel
International dan PT. Bukaka Teknik Utama sampai tahun 2001 sebelum ia menjadi
menteri.
11.Prof. Dr. Boediono,
M.Ec.
lahir di Blitar, Jawa
Timur, 25 Februari 1943; umur 66 tahun adalah Wakil Presiden Indonesia yang
menjabat sejak 20 Oktober 2009. Ia terpilih dalam Pilpres 2009 bersama
pasangannya, presiden yang sedang menjabat, Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan
dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Direktur Bank Indonesia (sekarang
setara Deputi Gubernur).
Saat ini ia juga mengajar
di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada sebagai Guru Besar. Oleh relasi dan
orang-orang yang seringkali berinteraksi dengannya ia dijuluki
The man to get the job done. Boediono beristrikan Herawati
dan memiliki dua anak, Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar